Senin, 27 April 2015

Resensi Novel Ayat - Ayat Cinta


       I.          Identitas Buku

-          Judul                     : Ayat – Ayat Cinta (Sebuah Novel Pembangun Jiwa)
-          Penulis                   : Habiburrahman El Shirazy
-          Penerbit                 : Penerbit Republika dan Pesantren Basmalah Indonesia
-          Editor                    : Anif Sirsaeba A
-          Cetakan                 : XLI, Maret 2008 (Edisi Revisi)
-          Tempat Terbit        : Jakarta
-          Jumlah Hal            : 420 + kover
-          Tebal Buku            : 20,5 cm x 13,5 cm



       I.            Sinopsis
            Novel ayat – ayat cinta ini mengisahkan tentang seorang laki – laki yang bernama Fahri yang sedang menempuh kuliah di Al-Azhar. Ketika akan melakukan perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash – Shiddiq yang terletak di Shubra El – Kaima ujung utara kotacairo, maria memanggil fahri dan titip untuk dibelikan disket. Maria adalah putri sulung tuan boutros rafael Girgi berasal dari keluarga besar girgis adalah sebuah keluarga kristen koptik yang sangat taat.
          Pada suatu hari, ketika Fahri hendak ke daerah Shubra untuk Talaqqi Qira’ah kepada seorang syekh yang bernama Syekht Utsman, terjadi suatu peristiwa yang merupakan awal dari perjalanan cinta fahri. Kejadian itu terjadi di dalam metro. sebelumnya, kaum mesir sangat tidak menyukai kaum amerika. Mereka menganggap amerika adalah biangnya kekacauan dan adu domba. Saat itu, fahri bercakap dengan orang yang baru ia kenal yang bernama asyraf. Beberapa saat kemudian naiklah tiga orang bule amerika. Satu orang lelaki muda, seorangnya lagi perempuan muda, dan satunya yang terakhir adalah seorang nenek yang tak lain adalah ibu dari lelaki tersebut. pakaian kedua perempuan bule tersebut bisa dikatakan sangat tidak sopan dengan kebudayaan islam mesir. Tempat duduk penuh pada saat itu, oleh karena itu, ketiganya harus berdiri. Namun sang nenek tidak kuat untuk berdiri dan anaknya pun meminta kepada seorang penumpang lelaki untuk meberikan kursinya kepada orang tua tersebut. Namun, penumpang itu tidak menghiraukannya. Akhirnya, ada perumpuan bercadar yang memberikan kursinya untuk nenek tersebut.
            Setelah kejadian tersebut, wanita bercadar meminta maaf kepada orang-orang amerika tersebut atas perilaku saudaranya. Namun, sang penumpang tadi marah dan membentak dengan keras wanita bercadar tersebut. Bahkan asyraf dan seorang penumpang paruh baya juga ikut membentak sang wanita bercadar. Hampir saja wanita bercadar itu menangis. Namun, Fahri yang melihat kejadian itu datang melerai pertengkaran. Akhirnya, orang-orang mesir tersebut pun  luluh hatinya dan meminta maaf.
            Setelah kejadian itu, mulailah wanita bercadar berdialog dengan perempuan amerika itu. Ia menjelaskan apa yang baru saja terjadi dan tentu menceritakan kepahlawanan fahri, fahri mengetahuinya karena fahri berada dekat dengan mereka. Akhirnya, tibalah orang-orang amerika tersebut turun dan tak lupa berterima kasih kepada fahri. Wanita bercadar pun hendak turun dan mengucapkan terima kasih. Fahri yang mendengarnya langsung menjawab “danke” yang berarti sama-sama karena mengetahui bahwa wanita bercadar itu lahir dan besar di Jerman lewat percakapannya dengan bule perempuan tadi. Kemudia mereka berkenalan dan perempuan tersebut berkata “My Name ist Aisha” kepada fahri.
            Namun, Fahri nampaknya tidak bisa lepas dari kisah percintaan yang dia alami di mesir. Wanita pertama yang ikut bersandiwara dalam kisah percintaannya adalah maria, gadis kristen koptik yang mengagumi Al Quran itu adalah tetangga satu flat fahri. Keluarga maria sangat akrab dengan fahri terutama maria. Kekagumannya terhadap Fahri berubah menjadi cinta. Namun, naora mengharap lebih. Inilah yang menjadi masalah besar ketika fahri harus mendekam di penjara lantaran noura menuduh fahri memperkosanya, yang terakhir adalah aisha. Aisah dialah gadis yang dipilih Fahri untuk menjadi pendamping hidupnya. Kisah perjumpaannya dengan Aisha dimulai dari pertemuan di Metro sampai perjodohannya oleh rekannya sendiri juga merupakan paman Aisha, Eqbal. Aisha jatuh cinta pada Fahri dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya.
            Saat tertimpa musibah fahri dipenjara atas tuduhan dari noura, saat itulah fahri di uji oleh tuhannya. Namun, musibah itu justru memperkuat imannya dan saat peristiwa itulah yang melibatkan Maria sebagai saksi kunci fahri yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Maria yang sedang sekarat karena merindukan fahri tidak bisa hadir dalam persidangan. Hal inilah yang menjadi uji kesetiaan cintanya pada Aisha karena hanya dengan sentuhan dan ucapan sayang dari fahri, maria dapat tersadar. fahri pun menikahi maria. Saat itulah maria dapat hadir dalam persidangan untuk menjadi saksi yang pada akhirnya dapat membebaskan fahri. Fahri, Aisha, Maria hidup bahagia. Namun ridak lama kemudian tuhan memiliki kehendak yang lain, penyakit Maria kembali kambuh dan ia pun meninggal dalam keadaan islam.

    II.            Kelemahan dan Keunggulan Buku

-          Kelemahan
Novel ayat – ayat cinta ini menggunakan gaya bahasa yang sangat tinggi atau sangat resmi sehingga banyak pembaca yang tidak mengerti dan mengulang dalam pembacaan agar maksud yang di tulis dalam novel tersampaikan oleh pembaca.

-          Keunggulan
Novel ayat – ayat cinta ini memiliki nilai – nilai religi dan nilai sastra yang cukup tinggi, dapat menambah wawasan bagi pembaca novel tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar